Ulasan Film : Dune Part 1 (2021) | Film Mewah




Satu kata yang menggambarkan tentang film Dune (2021) yang tayang di bioskop pada akhir Oktober di Indonesia ini adalah Mewah. Film yang digarap oleh Denis Villeneuve berdurasi selama 2,5 jam, hasil adaptasi dari novel hebat Frank Herbert ini merupakan karya yang mampu menggambarkan kemewahan Dune yang dibuat oleh Herbert. 




Jadi waktu itu lagi scroll netflix setelah nonton film The King yang mana pemerannya Timothee Chalamet. Kebetulan banget malam itu lagi pengen nonton film bernuansa kerajaan gitu lah. Dan sepertinya bukan wanita namanya yang ketika tertarik pada salah satu tokoh dalam filmnya, maka tangannya akan usil bergerilya di sosial media. 

Kemudian ketemu lah sama akunnya Chalamet ini @tchalamet. Hasil dari scroll beberapa menit itulah yang akhirnya menuntunku menemukan Dune. Respon awal saat melihat trailernya sih emang udah ada sedikit ketertarikan karena latar tempat yang dipakai itu gurun pasir, kemudian tertarik juga dengan soundtracknya yang terdengar sedikit mistis sejujurnya. Mendengarnya seperti ada daya pikat tersendiri, asli deh.

Oke, kita bahas perlahan mengenai filmnya.

Dune berlatarkan konflik antara House of Atreides, House of Harkonnen, dan House of Corrino atas sebuah planet gersang berlatarkan gurun  tandus dengan sumber daya alam berupa rempah yang melimpah bernama Planet Arrakis. Rempah ini -disebut Melange- bukanlah rempah sembarangan yang apabila diolah dan dikonsumsi dapat menjadi kuat secara mental sehingga mampu melakukan perjalanan interstellar di dunia Dune.

Karena hal itulah yang menyebabkan harga Melange mahal di pasaran. Selama puluhan tahun, Melange dieksploitasi oleh House of Harkonnen yang dipimpin oleh Baron Vladimir Harkonnen. Namun secara tiba-tiba Kaisar Shaddam IV menarik Harkonnen dari Arrakis dan menghadiahi Arrakis kepada House of Atreides yang kemudian menghasilkan perang meletus di Arrakis antara House of Harkonnen dan House of Atreides.

Sejak awal pembukaan film, sudah disajikan fakta yang menjelaskan konflik pada masa kependudukan House of Harkonnen di Arrakis, bagaimana mereka mengeksploitasi rempah di planet tersebut, cara mereka memperlakukan Fremen -penduduk asli Arrakis-. Yang juga diselingi bagaimana gambaran kehidupan Paul Atreides yang diperankan oleh Timothee Chalamet.

Paul Atreides, yang sejak awal tak ingin terlibat dalam konflik Arrakis pun pada akhirnya harus terlibat juga. Melalui mimpi-mimpi yang memberikan gambaran masa depan Atreides dalam waktu dekat. Serangkaian pertanda bahawa bencana peperangan akan menyerang keluarganya di Arrakis dan ia yang akan memipin perlawanan bersama Fremen.




Dune dibalut dalam berbagai macam tema yang diangkat seperti ekploitasi, religi, serta politik. Ditambah pula masalah-masalah dalam setiap kubu, filosofi yang dijabarkan oleh setiap karakternya. Sedangkan kemewahan Dune digambarkan dengan betapa hebatnya pesawat antariksa, kepelikkan medan perang, kehidupan di gurun serta yang menarik adalah berjalan diatas pasir dengan gaya Fremen (sandwalk) agar terhindar dari Shai Hulud (sebuah cacing pasir raksasa).

Menurutku, film Dune tidak membosankan karena visualnya yang begitu spektakuler, ditambah soundtracknya yang khas buatan Hans Grimmer. Filmnya yang eye pleasing begitu memanjakan mata. Dune garapan Villeneuve menurutku paling pas menggambarkan semesta Dune seperti yang digambarkan oleh Herbert. Menontonnya menjadikan pengalaman sinematik yang luar biasa yang membuat kita seperti terombang-ambing dalam badai Coloris dalam kemewahan Dune.

Selamat menonton !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Killing Me Slowly

Belengguku